Kepriyayian bukan duniaku. Peduli apa iblis diangkat jadi mantri cacar atau diberhentikan tanpa hormat karena kecurangan? Duniaku bukan jabatan, pangkat, gaji dan kecurangan. Duniaku bumi manusia dengan persoalannya, ungkap Pramoedya A. Toer dalam Tetralogi Buru.

Empa Fakta Sejarah Perkembangan Seni Lukis Indonesia

Kamis, 27 Februari 2025 08:46 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content
Lukisan \x22banjir di Jawa\x22 (1865-1875) karya Raden Saleh Syarif Bustamam
Iklan

Seni lukis Indonesia berkembang lewat wayang beber dari era Majapahit hingga seni modern pasca-kemerdekaan.

Wayang Beber (Sumber: Javanologi UNS)

Asal-Usul Seni Lukis di Indonesia: Wayang Beber

Di Jawa, tradisi lukisan telah berkembang sejak lama. Salah satu bentuk seni pertunjukan yang terkait dengan lukisan adalah wayang beber, yaitu pertunjukan yang menggunakan gulungan gambar berwarna yang diganti secara berurutan sambil disertai dengan narasi.

Wayang beber sering mengangkat kisah-kisah Panji dan berbagai cerita dari Jawa ataupun India. Tradisi ini telah ada sejak era Kerajaan Majapahit, dengan jejak yang dapat ditelusuri hingga abad ke-10.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Pada awalnya, wayang beber menggunakan gambar hitam-putih, tetapi sejak akhir abad ke-14 mulai diberikan sentuhan warna. Sejumlah lukisan dari abad ke-16 hingga ke-18 yang dibuat untuk wayang beber bahkan masih bertahan hingga sekarang.

Serat Damar Wulan

Seiring berkembangnya seni pembuatan “buku berhias”, ilustrasi dalam naskah juga menjadi lebih kaya. Misalnya, ilustrasi dalam Serat Damar Wulan (akhir abad ke-18) menggambarkan kehidupan sosial masyarakat Jawa pada masa itu dengan gaya yang khas.

Seni Lukis Kamasan dari Pulau Bali, Republik Indonesia

Di Bali juga demikian, tetap mempertahankan tradisi seni visual dari era Majapahit, sehingga berkembang lukisan gaya Kamasan, yang masih diproduksi secara aktif pada abad ke-19.

Beberapa mural dari tradisi tersebut bahkan berasal dari abad ke-18 atau sebelumnya. Namun, pembahasan tentang seni lukis tradisional tidak akan dibahas secara rinci dalam bagian ini, melainkan hanya mencakup lukisan dalam pengertian Barat.

Permulaan Lukisan Modern Berkembang di Hindia Belanda

Sejak tahun 1800-an, sejumlah seniman asal Eropa yang mengunjungi Hindia Belanda mulai melukis pemandangan alam, kehidupan masyarakat, dan flora serta fauna di wilayah ini. Akan tetapi, partisipasi pelukis non-Eropa dalam dunia seni lukis modern baru dimulai pada abad ke-19, di bawah pemerintahan kolonial Belanda.

Pelukis pertama dari kalangan pribumi yang dikenal secara luas adalah Raden Saleh Sjarif Boestaman (1807–1880), seorang keturunan Arab-Jawa. Bakatnya ditemukan oleh seorang pelukis Belgia yang tinggal di Jawa, sehingga ia mendapatkan kesempatan untuk belajar seni di Belanda. Pada usia dua puluhan, Raden Saleh telah mendapat pendidikan seni rupa di Belanda dan kemudian berkarya di Eropa serta Hindia Belanda.

Raden Saleh Sjarif Boestaman

Namun, dalam konteks sejarah seni modern Indonesia, Raden Saleh adalah pengecualian. Hingga akhir abad ke-19, hanya sedikit pelukis pribumi yang aktif dalam dunia seni lukis modern.

Pada periode ini, muncul pula aliran Mooi Indië (“Hindia yang Indah”), yang berkembang melalui karya-karya pelukis, seperti Fredericus van Rossum du Chattel, Carel Lodewijk Dake, Isaac Israëls, Wijnand Otto Jan Nieuwenkamp, Willem van der Does, Henry van Velthuijzen, Leonardus Eland, dan Charles Sayers. Lukisan-lukisan mereka menggambarkan keindahan alam Hindia Belanda—lembah, perbukitan, sawah, desa, dan hutan—dengan nuansa romantik, realisme, dan naturalisme.

Seiring perkembangan zaman, pengaruh Impresionisme Amsterdam mulai masuk ke dalam aliran Mooi Indië pada awal abad ke-20. Beberapa pelukis juga mendapat inspirasi dari Art Nouveau. Namun, dalam banyak lukisan Mooi Indië, penduduk pribumi sering digambarkan secara pasif, khususnya perempuan yang dijadikan objek eksotisme oleh para pelukis pria.

Contoh Lukisan Bergaya Mooi Indie

Beberapa pelukis pribumi seperti Raden Mas Pirngadie (1875–1936), Abdullah Suriosubroto (1878–1941), Wakidi (1889–1979), dan Basuki Abdullah (1915–1993) juga mengikuti gaya Mooi Indië dan menciptakan karya dengan estetika serupa.

Perkembangan Lukisan Pribumi dan Realisme Sosial

Perkembangan komunitas seni rupa pribumi yang lebih kuat baru terjadi pada awal abad ke-20, terutama pada masa Politik Etis. Kebijakan ini memperluas akses pendidikan Barat bagi kelas menengah pribumi, sehingga memungkinkan mereka untuk lebih memahami dan berpartisipasi dalam seni modern. Meskipun hingga 1920-an Mooi Indië masih mendominasi, pada 1930-an muncul kecenderungan baru yang dipengaruhi oleh semangat nasionalisme.

Salah satu tokoh penting dalam perubahan ini adalah Sindoedarsono Soedjojono (1913–1985), yang mulai menggambarkan realitas sosial masyarakat Hindia Belanda dalam lukisannya. Selain Soedjojono, muncul pula pelukis-pelukis pribumi lain seperti Affandi (1907–1990), Lee Man Fong (1913–1988), Hendra Gunawan (1918–1983), serta Ida Bagus Made (1915–1999), yang mendirikan Aliran Ubud di Bali. Di antara mereka, beberapa berhasil memadukan unsur seni tradisional dan modern dalam karya-karyanya.

Pada periode ini, mayoritas pelukis masih laki-laki, sementara akses perempuan terhadap pendidikan seni rupa sangat terbatas. Namun, pelukis seperti Emiria Soenassa (1891–1964) berhasil menembus dominasi laki-laki dalam dunia seni dan meninggalkan jejak dalam sejarah seni rupa Indonesia.

Basuki Abdullah

Pasca-Kemerdekaan: Abstraksi dan Eksperimentasi

Pada masa kolonial, perkembangan seni lukis Indonesia masih dalam tahap awal, sehingga sulit untuk menyerap tren seni modern Eropa secara langsung. Aliran yang berkembang masih didominasi oleh realisme, naturalisme, romantisme, dan impresionisme dengan sentuhan nasionalisme dan identitas lokal. Namun, setelah kemerdekaan, seni lukis Indonesia mengalami perkembangan pesat, dengan semakin banyaknya seniman yang mengeksplorasi berbagai gaya dan teknik baru.

Salah satu tren yang berkembang setelah kemerdekaan adalah seni lukis abstrak, yang diperkenalkan oleh seniman seperti Mochtar Apin (1923–1994) dan Ahmad Sadali (1924–1987). Gaya abstrak ini menjadi dominan dalam akademi seni rupa, terutama di Institut Teknologi Bandung (ITB).

Sosok pelukis Mochtar Apin

Pada 1980-an, muncul kelompok pelukis Surealis Yogyakarta, yang menciptakan arus seni unik di luar tren utama. Gerakan ini menunjukkan bahwa seni rupa Indonesia tidak hanya mengikuti perkembangan Barat, tetapi juga mengembangkan karakteristik dan identitasnya sendiri.

 

Bagikan Artikel Ini
img-content
Daffa Fadiil Shafwan Ramadhan

Lulusan Sarjana Hukum di UPN Veteran Jakarta|Adil sejak dalam pikiran...

2 Pengikut

Baca Juga











Artikel Terpopuler